PENGORBANAN JIWAKU UNTUK PENDIDIKAN
by:irfan ibrahim
Di sebuah Sekolah Menengah Atas di Bandung, terlihat sorak-sorai Siswa-Siswi kelas XII yang sedang merayakan kelulusan mereka. Di pojok halaman sekolah, terlihat seorang Siswi dengan wajah murung yang duduk di sebuah bangku panjang. Siswi tersebut dihampiri oleh seorang temannya yang kemudian berkata “San, gimana? Lulus kan ?.” “Alhamdulillah lulus za.” Jawab susan pelan. “Kok murung?” Tanya Liza kembali. “ Aku sedang memkirkan Ibuku. Ibuku menyuruh agar Aku melanjutkan pendidikanku ke jenjang selanjutnya. Tapi, aku tidak yakin karena aku tau kalau ekonomi keluargaku tidak akan mencukupi biaya pendidikanku nanti.” Jawab susan khawatir. “Sudah, jangan terlalu difikirkan. Yang penting sekarang kita sudah Lulus.” Kata Liza tersenyum.
Setibanya dirumah, seperti biasa Susan membantu ibunya di dapur. Ibu Rahmah nampak sangat letih karena, baru saja selesai bekerja di rumah majikannya yang tak jauh dari rumahnya. Dengan perasaan cemas, Susan bertanya pada ibunya “Apa ibu yakin menyuruhku kuliah?.” “Ibu sangat yakin!, Ini semua sesuai dengan janji ibu pada Alm.Ayahmu untuk melancarkan pendidikanmu sampai kuliah.” Jawab Bu Rahmah tegas. “Lalu, apa ibu yakin bisa menanggung semua biayanya?.” Tanya Susan. Dengan tersenyum Bu Rahma menjawab “Itu semua ibu yang urus.” Susan terlihat kaget mendengar jawaban ibunya.
Susan sangat heran melihat Ibunya yang sekarang. Biasanya, kalau berbicara tentang uang Bu Rahmah langsung panik. Tapi, sekarang Bu Rahma menanggapinya dengan santai. “Apakah Ibu yang hanya seorang pembantu rumah tangga bisa menanggung biaya kuliahku?.” Tanya Susan dalam hati.
* * *
Keesokan harinya, saat matahari menyingsing di ufuk timur Bu Rahmah membangunkan susan dan berkata “San, bangun.hari sudah pagi. Hari minggu ini ibu mau cepat pergi ke rumah Bu Santi. Kamu hati-hati di rumah ya!.” Lalu, Bu Rahma memeluk putrinya yang baru saja bangun dari tempat tidurnya. “ya bu, aku pasti akan baik-baik saja.” Bu Rahma mencium pipi kiri putrinya sambil melepaskan pelukannya. Lalu, Bu Rahma pergi dengan tergesa-gesa sambil membawa kain putih yang mirip dengan kain kafan.
Susan sangat heran dengan prilaku Ibunya yang berubah drastic dari biasanya. Karena, biasanya Bu Rahma tidak pernah berprilaku seperti itu pada Susan. Kain putih yang dibawa ibunya membuat Susan menjadi tambah heran. Entah untuk apa Ibunya membawa kain putih itu.
* * *
Azan dzuhur berkumandang, Susan menyingsingkan lengan bajunya lalu berwudhu’ dan kemudian melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Selesai sholat Susan meneteskan air mata mengingat betapa sulit Ibunya akan mencari biaya untuk kuliahnya. Susan berdo’a agar sewaktu Ia melanjutkan pendidikannya nanti semuanya berjalan lancar.
Setelah sholat dzuhur, Susan bergerak ke dapur untuk memasak makanan yang akan dihidangkan waktu ibunya pulang nanti. Makanan telah siap dihidangkan di sebuah meja kecil. Tapi, setelah berjam-jam menunggu, Bu Rahma tidak pulang juga. Rasa khawatir mulai memuncak pada diri Susan. Biasanya Bu Rahma jam 02.00 sudah pulang dari tempat kerjanya. Tapi, sekarang sudah jam 03.00, Bu Rahma juga belum pulang.
Karena sangat khawatir pada ibunya Susan langsung menuju rumah Bu Santi untuk melihat Ibunya. Tapi, sayangnya di rumah Bu Santi tidak ada siapa-siapa. Susan sudah mencoba bertanya pada warga sekitar, tapi tidak ada yang tau kemana ibunya. Susan kembali ke rumah dengan perasaan sangat khawatir. Setibanya di rumah Susan melihat sebuah mobil Ambulance dari RS.Ibrahim Bandung berhenti di rumahnya.
“Apakah anda anak dari Bu Rahmah Susanti?.” Tanya petugas rumah sakit. “Ya, saya sendiri. Ada apa pak?.” Jawab Susan heran. “Ibu anda telah selesai melakukan operasi.”jawab petugas. “Operasi?, Setau Saya Ibu Saya hari ini tidak melakukan operasi.” Gagas Susan terkejut. “Ibu anda telah menjual seluruh Organ tubuhnya ke pada kami seharga 1 milyar, dan ini semua telah di setujui oleh Bu Santi selaku penanggung jawab. Sekarang ibu anda telah selesai dimandikan dan dikafani.” Jawab petugas. Mendengar hal tersebut Susan langsung pinsan dan dibawa petugas ke dalam rumahnya.
* * *
Saat Susan sudah sadar, ia langsung berteriak dengan kencang memanggil Ibunya dan menangis. Bu Santi merangkulnya seraya berkata “Ini semua adalah keinginan ibumu, Ia ingin kau sukses dalam meneruskan pendidikanmu. Dan sekarang kamu menjadi tanggung jawabku.” Hari itu, jenazah Bu Rahmah langsung di makamkan. Saat proses pemakaman Susan tak henti-hentinya menangis.
“Ibumu berpesan agar kamu tidak menyia-nyiakan pengorbanan jiwanya demi pendidikanmu.” Mendengar hal itu, Susan mulai sadar apa sebenarnya tujuan Ibunya. Dan sekarang, Susan tinggal di rumah Bu Santi, sekaligus menjadi anak angkat. Kemudian, Susan melanjutkan pendidikannya ke ITB (Institut Teknologi Bandung